Jumat, 14 Maret 2014

Memahami Ideologi IPNU IPPNU

Ideologi sering diartikan sebagai pandangan hidup atau seperangkat nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan karenanya ia diposisikan sebagai pijakan dalam mengambil sikap dan keputusan. Namun demikian, ideologi sebagai pandangan hidup berbeda dengan agama. Ideologi bersumber dari hasil perenungan dan pemikiran yang mendalam seorang manusia sedangkan agama bersumber dari Allah Tuhan Yang Maha Esa untuk menjadi pedoman hidup manusia.
Menurut Kiai Ahmad Shiddiq, ada berbagai rumusan tentang ideologi. Pada pokonya ideologi diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita (filsafatnya, progam perjuangannya, taktik strateginya, sasarannya dan lain-lain). Demikian kompleksnya hal-hal yang terkandung dalam suatu ideologi, sehingga mempengaruhi watak tingkah laku penganutnya sehari-hari.

Dalam organisasi, ideologi merupakan hal yang sangat penting, sebab dari ideologi itulah nantinya seseorang akan dapat merumuskan strategi perjuangan serta progam-progam apa saja yang semestinya dicanangkan. Tanpa ideologi, keberadaan suatu organisasi tak ubahnya seperti kendaraan yang melaju tanpa mengetahui arah serta tujuan yang akan dicapainya.

Ideologi Aswaja

IPNU-IPPNU sebagai oragnisasi sayap NU (Banom), secara ideologi tentunya mengikuti organ induknya, yaitu Nahdlatul Ulama’. Hal ini dikarenakan keberadaan IPNU-IPPNU itu sendiri adalah untuk mengawal serta menjaring kader-kader muda NU yang umumnya tersebar diberbagai tempat, di sekolah, pesantren, kampus dan juga di pelosok-pelosok desa. Kader-kader muda inilah yang nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan NU di masa depan.

Ideologi IPNU-IPPNU adalaha ideologi Aswaja (Ahlussunnah wal Jama’ah) yang sering dikonotasikan sebagai ajaran (mazhab) dalam Islam yang berkaitan dengan konsep 'aqidah, syari'ah dan tasawuf dengan karakter moderat (tawassuth), seimbang/proposional (tawazun) dan toleran (tasamuh). Salah satu ciri intrinsik paham ini -sebagai identitas- ialah keseimbangan pada dalil naqliyah dan 'aqliyah. Keseimbangan demikian memungkinkan adanya sikap akomodatif atas perubahan-perubahan yang berkembang dalam masyarakat, sepanjang tidak bertentangan secara prinsipil dengan nash-nash formal. Ekstrimitas penggunaan rasio tanpa terikat pada pertimbangan naqliyah, tidak dikenal dalam paham ini. Akan tetapi ia juga tidak secara apriori menggunakan norma naqliyah tanpa interpretasi rasional dan kontekstual, atas dasar kemaslahatan atau kemafsadahan yang dipertimbangkan secara matang.

Aswaja sebagai ideologi IPNU-IPPNU, memposisikan agama (Islam) secara seimbang (tawazun). Agama tidak hanya diposisikan sebagai institusi pelayanan terhadap otoritas Tuhan (teosentris) yang dijauhkan dari orientasi pelayanan terhadap manusia (antroposentris). Tidak pula sebaliknya, agama hanya diposisikan sebagai institusi sosial yang membatasi perhatiannya pada pelayanan sosial dengan mengabaikan dimensi ketuhanan. Dalam konteks ini, IPNU-IPPNU mempunyai pandangan bahwa agama disamping sebagai institusi ketuhanan, ia juga merupakan institusi sosial yang keduanya ibarat dua mata uang yang tidak dapat saling dipisahkan, atau dipilih salah satu darinya dengan membuang yang lain.

Lingkup Perjuangan IPNU-IPPNU

Dengan corak ideologi yang dimilikinya inilah, lingkup perjuangan IPNU-IPPNU tidak hanya berkutat pada masalah keagamaan an sich (pelestarian tradisi NU) sebagaimana yang sementara ini dipersepsikan sebagian kalangan. Lebih dari itu, lingkup perjuangan IPNU-IPPNU pada dasarnya juga meliputi hal-hal yang bersentuhan langsung dengan realita sosial, baik yang berkenaan dengan masalah sosial itu sendiri ataupun masalah-masalah kebangsaan lainnya. Hanya saja sebagai organisasi kepemudaan yang berada dalam naungan NU, IPNU-IPPNU lebih menfokuskan perhatiannya pada masalah-masalah ke “pelajaran” dengan asumsi bahwa para pelajar itulah yang nantinya akan mengendalikan serta menentukan nasib bangsa ini untuk masa yang akan datang. Baik buruknya bangsa ini erat kaitannya dengan kondisi riil para pelajar saat ini. Karena itu, keberadaan mereka harus senantiasa mendapatkan pengawalan, baik melalui pendekatan struktural organisasi maupun pendekatan-pendekatan yang bersifat kultural.
IPNU-IPPNU sebagai badan otonom termuda NU yang menjadi wadah bagi pelajar, remaja dan santri NU, memiliki jargon belajar, berjuang dan bertaqwa. Jargon ini sebenarnya merupakan simplifikasi dari visi besar IPNU-IPPNU, yaitu terwujudnya pelajar-pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan dan demokratis atas dasar ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah. Visi besar IPNU-IPPNU tersebut menjelaskan pada kita bahwa ada 3 hal yang sebenarnya menjadi bidikan utama dari ruang gerak IPNU-IPPNU, yaitu visi kepelajaran, visi sosial kebangsaan dan visi keislaman.

Dengan 3 visi itulah, IPNU-IPPNU bertekad dan selalu berusaha menjadi organisasi kepemudaan yang senantiasa menjadi garda depan bagi NU, khususnya di wilayah pengkaderan dan pengawalan nilai perjuangan NU yakni Islam ala ahlussunah wal jama’ah, guna membendung pengaruh dari kalangan yang anti terhadap NU, yaitu mereka yang bangga dengan jargon “bid’ah, kufur dan syirik” nya, dan juga mereka yang lantang menyuarakan jargon “khilafah”nya . Hal tersebut dilakukan IPNU-IPPNU melalui upaya-upaya pemberian kesadaran kepada pelajar-pelajar tentang pemahaman hakikat dari Islam sebagai agama yang rahmat bagi semesta. Kemudian upaya-upaya pemakmuran masjid dan musholla dengan mengaktifkan kegiatan tradisi ke-NU-an (Yasinan, Shalawatan dan Ratiban), agar tidak ada lagi kasus perebutan musholla ataupun masjid NU sebagaimana yang sering diberitakan.

Ikhtiar lain yang juga dilakukan oleh IPNU-IPPNU dalam merealisasikan visinya ialah pemberian kesadaran pada santri-santri pesantren tentang kaidah-kaidah interkoneksitas antara ilmu agama dan ilmu umum. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh KH. Wahab Hasbullah pada IPNU (termasuk juga IPPNU). Agar IPNU mampu menjadi media penghubung bagi dikotomi (pemisahan) keilmuan yang terjadi antara ilmu agama (Pesantren) dan ilmu umum, agar tercapai suatu keserasian di antaranya. Melalui upaya penyadaran tersebut, diharapkan nantinya akan lahir dari NU generasi-generasi yang tidak hanya memiliki bakat (skill) untuk menjadi seorang ustadz atau kiyai, tapi juga memiliki bakat untuk terjun diberbagai bidang dan profesi, baik hukum, kenegaraan, kesehatan dan lain sebagainya. Melalui kolaborasi antara ilmu “agama” dan ilmu “umum” ini juga nantinya diharapkan akan terlahir manusia-manusia yang tidak hanya memilki SDM yang unggul, tapi juga memiliki nilai-nilai relegiusitas tinggi yang teraktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Demikian adalah gambaran singkat mengenai lingkup perjuangan serta berbagai ikhtiar yang dilakukan oleh IPNU-IPPNU untuk ikut berperan aktif dalam dunia kepemudaan dan kependidikan di Indonesia, agar IPNU-IPPNU bisa menjadi contoh yang baik bagi generasi muda di masa-masa yang akan datang. Wallahu ‘alam bi as-shawab

* Tulisan ini dimuat di buletin Med!n@ edisi ke-10
** Penulis pernah menjabat sebagai ketua umum IPNU Komisariat IAIN Sunan Ampel masa khitmat 2008-2009

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More